Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006.
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.[1]
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar Chrysene diatas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya diatas ambang batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali diatas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
§ Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
§ Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
§ Kanker
§ Permasalahan reproduksi
§ Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
Ulasan :
Kita tahu permasalahan lumpur lapindo sampai saat ini belum terselesaikan. Banyak dampak dari lumpur tersebut, baik itu dari segi lingkungan maupun dari segi ekonomi. Sampai saat ini banyak warga yang dirugikan belum mendapatkan realisasi ganti rugi. Dari segi lingkungan pun akan lumpur lapindo merusak ekosistem. Walaupun Lapindo inc. sudah membuat casing untuk mencegah pelebaran jangkauan lumpur, tetapi hal itu tidak menyelesaikan masalah yang ada saat ini.
Dalam kasus lumpur lapindo ada pelanggaran HAM yang terjadi salah satunya adalah belum diselesaikannnya ganti rugi dari warga yang terkena dampak lumpur. Sampai sekarang belum ada realisasi dari kekurangan dari ganti rugi tersebut. Warga yang terkena dampak tinggal di ruko-ruko yang keadaanya bisa dibilang tidak layak. Dan uang yang diberikan untuk mengontrak rumah dari Lapindo Brantas tidak mencukupi. Seharusnya Lapindo Brantas memikirkan hal-hal tersebut dan bukannya menutup mata dengan permasalahan yang dihadapi oleh warga tersebut.
Permasalahan lumpur lapindo dilihat dari sudut pandang prinsip etika bisnis :
1. Prinsip Otonomi
Sikap Lapindo Brantas yang cenderung bertindak hanya karena ditekan oleh pusat media tidak mendukung prinsip ini, dikarenakan dalam prinsip otonomi dikatakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri.. Pihak Lapindo Brantas baru mau mengganti sebagian tanggung jawabnya setelah banyak pihak yang menyoroy kasus ini.
2. Prinsip Kejujuran
Pihak Lapindo Brantas yang semula berjanji mengganti semua kerugian warga, sampai saat ini belum terealisasi. Terutama pada warga yang tidak mempunyai akta. Walaupun mereka tidak mempunyai akta tanah, tetapi mereka juga termasuk orang-orang yang dirugikan karena dampak lumpur tersebut. Dan sudah menjadi tanggung jawab pihak Lapindo untuk memenuhi semua janji-janjinya.
3. Prinsip Keadilan
Seharusnya kasus lumpur lapindo bukanlah suatu bencana alam. Dikarenakan kasus itu mucul karena ulah manusia itu sendiri. Lumpur lapindo muncul karena kesalahan dari pihak Lapindo Brantas tidak menggunakan metode yang seharusnya. Sehingga banyak pihak yang dirugikan sampai saat ini. Pihak lapindo brantas juga tidak menanggung warga yang tidak mempunyai akta padahal orang-orang tersebut juga termasuk warga yang dirugikan. Jadi seharusnya lapindo brantas juga menanggung kerugian mereka.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Perjanjian yang dilakukan lapindo brantas dan warga sekitar seharusnya saling menguntungkan. Dalam hal ini pemerintah seharusnya mengawasi dan memastikan perjanjian antara pihak lapindo brantas tidak ada unsure paksaan atau kerugian di salah satu pihak. Pmerintah juga harus mendorong pihak lapindo brantas untuk segera melunasi semua janjinya kepada masayarakat yang belum dipenuhi.
5. Prinsip Integrasi Moral
Dampak yang dari lumpur tersebut selain masyarakat yang terkena dampak tetapi juga dampak lingkungan yang disebabkan dari kandungan yang dikeluarkan dari lumpur. Lapindo brantas harus menganalisa apa saja yang dampak lumpur terhadap lingkungan baik terhadap manusia maupun ekosistem lingkungan. Setelah itu lapindo brantas harus menanggulangi permasalahan berdasarkan analisa dampak lingkungan tersebut. Sehingga kerusakan yang disebabkan lumpur tidak terlalu parah.
Karena banyak yang sudah dirugikan karena lumpur tersebut dan juga dampak yang akan dihadapi nantinya. Sudah menjadi tugas pemerintah untuk menyelesaikan masalah lumpur tersebut karena kita pasti tidak mau anak cucu kita yang menanggungnya.
Source
id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
0 komentar:
Posting Komentar